Ads Top

Teuku Umar Menyerang Kapal Api Hok Canton (Juni 1886) Di Pantai Rigaih, Aceh Barat

dalam daerah seluas kurang lebih 55 km persegi ditempatkan sekitar 5.000 orang serdadu dalam kondisi medan yang kurang baik. Akibat dari banyaknya penderita, maka Belanda harus terus menerus mendatangkan pasukan tambahan. Sampai tahun 1886 jumlah penderitanya mencapai sebanyak 6.008 orang. Rumah sakit yang terbesar dan termodern di seluruh Hindia Belanda pada waktu itu yang didirikan di Kutaraja pada tahun
1880 tidak mampu menampung penderita penyakit itu.

Profesor C.A. Pekelharing dan Dr. C.W. Winkler mengadakan penelitian tentang penyakit itu, terutama di Aceh. Dalam laporannya pada tahun 1888 mereka berpendapat bahwa wabah ini disebabkan oleh infeksi. Barulah pada tahun 1896 seorang asistennya, Dr. C. Eijkman, yang kemudian menjadi guru besar dan mendapat hadiah Nobel, menemukan bahwa penyakit itu disebabkan oleh tidak adanya vitamin BI yang terdapat pada kulit ari-ari beras. 

Pada bulan Juni 1886 Teuku Umar menyerang kapal api Hok Canton yang sedang berlabuh di pantai Rigaih, Aceh Barat. Pasukan Belanda yang dikirim ke sana di bawah pimpinan Letnan Kolonel Van Teijn tidak berhasil membebaskan awak kapal yang ditawan oleh Teuku Umar. Akhirnya terpaksa awak kapal itu ditebus oleh Belanda dengan membayar 25 ribu ringgit kepada Teuku Umar. Karena tidak berhasil menangkap Teuku Umar, Van Teijn menangkap anggota-anggota keluarganya serta menghancurkan desa Rigaih dan Kuta Brandang.

 Politik nonintervensi dilakukan oleh Pemerintah Belanda, dan kepada para uleebalang diberikan sejumlah uang bulanan agar mereka mau bekerja sama dengan Belanda. Usaha seperti ini oleh Menteri Jajahan Belanda diserahkan kepada Gubernur Jenderal sesuai dengan kondisi anggaran belanja Pemerintah Hindia Belanda. Sebagian dari uang ini mengalir pula kepada Sultan di Keumala dan kepada para ulama. Dapatlah dimengerti bahwa Belanda dalam menghadapi rakyat Aceh merasa cukup pahit dan berat. Ada kantor-kantor tinggi Belanda yang turut memikirkan bagaimana dapat memecahkan masalah agar segera dapat menundukkan pihak Aceh meskipun mereka tidak bertugas di Aceh atau di Batavia. 

Dalam hubungan ini adalah sangat menarik sepucuk surat rahasia Residen Ternate tanggal 12 Mei 1887 yang ditujukan kepada Panglima Angkatan Darat dan Kepala Departemen Peperangan Hindia Belanda yang mengusulkan agar dipakai tim penolong dari Arafuru, yang terdiri dari pemenggal-pemenggal kepala yang andal untuk bertempur di Aceh. Gubernur Sipil dan Militer Belanda di Aceh tidak menyetujui usul ini, dan karena itu tidak dilaksanakan. Pada tahun 1886 Jenderal Demmeni melakukan taktik "biarlah orang Aceh memerangi orang Aceh". Rakyat XXII Mukim dipersenjatai dan diperintahkan berpatroli di bawah pimpinan kepala-kepala desa atau Keuchi 'dengan dukungan pasukan Belanda. 

Panglima Tibang turut serta memimpin tim bersama Teuku Nya 'Banta, Panglima Sagi XXVI Mukim melawan pihak Aceh. Tapi apakah taktik ini berhasil? Terhadap Teuku Umar, Belanda gagal. Memang sejak 1883 ia bekerja sama dengan Belanda, tetapi tak lama kemudian ia menghantam Belanda, yaitu dengan terjadinya peristiwa Nisero dan pada tahun 1886 dengan menyerang kapal Hok Canton. Sejak tahun 1886, karena kekuatannya adalah suatu kenyataan, Belanda berusaha bersahabat dengannya. Dalam bulan Juni 1886 Gubernur van Teijn mengusulkan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk memberikan pengampunan kepada Teuku Umar. 

Dua kali Gubernur Jenderal menolak permintaan ini. Demmeni meninggal dalam bulan Desember 1886 dan diganti oleh Kolonel Van Teijn. Sebagai Gubernur, Van Teij
n juga setuju dengan pendapat Laging Tobias bahwa dengan pemulihan kedudukan dan pengakuan terhadap Sultan ada harapan Aceh menyerah, meskipun untuk ini Belanda harus melakukan tekanan-tekanan. Sejak tahun 1888 Van Teijn sedikit demi sedikit mulai meninggalkan politik menunggu.

Baik di sekitar garis pertahanan Belanda maupun di luar daerah Aceh Besar itu menjalankan politiknya yang lebih aktif. Pejuang-pejuang Aceh yang menyusup ke dalam garis pertahanan Belanda banyak menimbulkan kerugian pada pihak Belanda sendiri. Sebagai contoh dapat disebutkan bahwa sejak tanggal 1 Maret 1883 sampai akhir September 1889 sekitar 119.480 meter kawat telepon diputuskan dan dirampas oleh pejuanp-pejuang Aceh, dan 101 tiang telepon serta 277 isolator dilarikan atau dihancurkan.[Bersambung Ke Bagian : Teuku Umar Menyatakan Kesetiaan Terhadap Pemerintah Belanda (30 September 1893) ][am|]

No comments:

Powered by Blogger.